"Tell me how I should be? Just tell me."
Poster film ini terlihat begitu romantis, apalagi ketika membaca tagline yang bertuliskan 'A LOVE STORY'. Namun percayalah, ini bukan kisah cinta romantis yang penonton harapkan. Film ini depresif, sebuah potret kisah pernikahan yang di visualisasikan dengan gamblang dan jujur. Mungkin lebih tepat kalau saya mengatakan kisah cinta di Blue Valentine, tragis. Menonton film ini membuat emosi campur aduk. Beberapa scene membuat saya tersenyum sangking manisnya, tetapi lebih banyak lagi scene yang membuat saya galau sangking dituturkan dengan jujur. Banyak yang menganggap film ini memiliki unsur provokatif, saya sedikit setuju, karena setelah saya menonton pun jadi bertanya-tanya pada diri sendiri tentang hal-hal yang menjadi pertanyaan dalam film ini. Tentang kehidupan pernikahan dan segala drama didalamnya.
Film dibuka dengan keadaan pasangan ini sekarang. Dean (Ryan Gosling) terlihat akrab dengan anak perempuannya, Frankie (Faith Wladyka). Ia termasuk seorang ayah yang baik. Namun keretakan rumah tangga mereka mulai terlihat ketika penonton diperlihatkan bagaimana Dean dan istrinya Cindy (Michelle Williams) bertingkah satu sama lain. Penonton lalu dibawa pada saat kurang lebih lima sampai enam tahun yang lalu, dimana Dean dan Cindy baru mengenal satu sama lain. Film lalu berlanjut terus seperti ini, memperlihatkan awal dan akhir pernikahan mereka. Manis – Pahit. Manis – Pahit. Begitu seterusnya.
Pada awal perkenalan mereka, kita diperlihatkan Dean dan Cindy yang sebenarnya, sebelum stress dan kelelahan dalam perkawinan mereka. Dean adalah seorang pemuda yang ceria dan optimis, ia juga pandai bernyanyi dan main musik. Namun Dean lebih memilih untuk bekerja sebagai kuli panggul sebuah jasa pemindahan barang. Cindy, pada saat itu baru saja putus dari kekasihnya Bobby (Mike Vogel) dan sedang sekolah tentang obat-obatan. Ia juga memiliki trauma tentang sebuah hubungan percintaan dikarenakan rumah tangga kedua orangtuanya yang berantakan. Ketidaksengajaan mempertemukan Dean dan Cindy, sampai akhirnya Dean memutuskan mengenal Cindy lebih jauh.
Sutradara film ini, Derek Cianfrance, pintar sekali menyelipkan adegan-adegan flashback yang semakin mempermainkan emosi penonton. Di satu sisi kita diperlihatkan indahnya hubungan awal mereka, namun di sisi lain kita dibuat bergumam sendiri bahwa pernikahan mereka sudah tidak ada harapan lagi. Menjelang akhir film, saya dibuat meringis karena ending yang tidak klise dan jujur pada kenyataan yang ada. Blue Valentine memiliki lumayan banyak adegan seksual yang vulgar, sehingga pada awalnya memang terjadi kontroversi dimana MPAA memberikan rating NC-17 pada film ini. Menurut saya adegan seksual disini tidak eksploitatif, adegan tersebut bukan menjadi menu utama dalam film ini, hanya bumbu pelengkap yang memang penting untuk berada pada tempatnya.
Meski dengan budget minim, Blue Valentine merupakan sebuah film yang berhasil memikat hati penonton (well, at least hati saya). Walaupun pada kenyataannya banyak orang yang lebih suka menonton kisah happy ending, Blue Valentine mampu menyuguhkan sebuah kisah yang benar-benar 'manusia' tanpa ada sentuhan yang dibuat-buat. Akting jempolan dari Ryan Gosling dan Michelle Williams tentu juga menjadi esensi penting dalam film ini. Apalagi mereka sampai menaikkan dan menurunkan berat badan demi kilas balik karakter yang mereka perankan. Soundtrack yang ada dalam film ini juga terasa sangat pas. Salah satu hal yang saya tarik dari film ini adalah dongeng manis yang biasanya kita baca tidak selalu sama dengan kenyataan. Hidup lebih pahit. Lebih berliku. Apa yang kita kira berjalan dengan baik, belum tentu akan seterusnya begitu. Manusia bisa berubah. Perasaan bisa berubah. Itu kehidupan.
0 Response to "REVIEW: BLUE VALENTINE"
Posting Komentar