X-MEN : APOCALYPSE (2016) REVIEW : The Myth Of Third Installment for X-Men Trilogy


Musim panas telah datang dan waktunya film-film bermodal besar menunjukkan performanya. Film-film manusia super tetap memeriahkan parade film-film musim panas kali ini. Maret hingga Mei adalah bulan yang penuh sesak dengan deretan-deretan film manusia super yang sedang memasuki fase berbeda. Setelah Batman V Superman dan Captain America : Civil War, Marvel dengan naungan Fox melanjutkan fase berikutnya dari para mutan-mutan yang diasuh oleh Professor Xavier.

Para mutan ini memiliki misi lanjutan dari X-Men : Days of Future Past, di mana mereka harus berhadapan dengan musuh baru. Chapter berikutnya dari seri ini adalah X-Men : Apocalypse yang menemukan kekacauan dan digadang akan lebih besar dari film-film X-Men sebelumnya. Tetapi, dengan kuantitas yang lebih besar, X-Men : Apicalypse tetap didalangi oleh Bryan Singer. Di dalam seri ketiga ini, Bryan Singer memiliki tugas dan janji untuk membuat X-Men : Apocalypseuntuk lebih besar dan menyenangkan bagi penontonnya.

Hasil dari Days of Future Pastbisa meluluhkan penonton dan juga para kritikus film. Maka, Bryan Singer akan mendapat kepercayaan lebih ketika melanjutkan petualangan para mutan ini.  Setelah membangun universe dengan besar dan megah di Days of Future Past, Apocalypse ternyata menjadi sebuah presentasi yang menurun jika dibandingkan dua film sebelumnya. X-Men : Apocalypse tak berusaha memberikan sesuatu yang baru, baik dalam plot utama ceritanya mau pun lewat adegan-adegan lain yang berusaha diunggulkan.


Setelah kejadian Days of Future Past, Professor X (James McAvoy) berusaha untuk fokus mengembangkan asrama bagi mutan-mutan muda yang baru terdeteksi. Tetapi, kehidupan yang tenang itu tak berlangsung lama ketika mengetahui bahwa ada mutan pada masa mesir kuno yang berusaha untuk dihidupkan kembali. Mutan tersebut bernama En Sabah Nur (Oscar Isaac) yang juga dianggap sebagai tuhan oleh beberapa orang di Mesir. En Sabah Nur yang sudah bangkit mengumpulkan mutan-mutan baru untuk menjadi anak buahnya.

Dan salah satu mutan yang bergabung menjadi tim En Sabah Nur adalah Magneto (Michael Fassbender). Mystique (Jennifer Lawrence) yang merasa bahwa Magneto sedang dalam kondisi bahaya segera melaporkan berita itu ke Professor X. Dan akhirnya mereka membentuk  sebuah tim muda baru yang berusaha untuk mengalahkan En Sabah Nur. Tetapi, kekuatan En Sabah Nur berhasil  mengontrol kekuatan para mutan, terutama Professor X yang sangat diincar oleh En Sabah Nur.

Memang, X-Men : Apocalypsememiliki plot utama yang sangat linear. Motivasi para karakter-karakternya juga tampil sangat generik. Mungkin, X-Men : Apocalypse hanya mengusung plot cerita yang generik dengan film-film manusia super yang ada. Tetapi, seharusnya tema-tema generik ini bukanlah suatu kesalahan atau dosa besar bagi film-film manusia super. Toh, tema-tema ini sudah banyak digunakan oleh kebanyakan film-film manusia super dan beberapa film juga bisa menampilkan sesuatu yang menyenangkan.


Berbeda dengan X-Men : Apocalypse, tema baik lawan jahat yang biasa ada di dalam film manusia super terkesan menjemukan. Bryan Singer terlihat malas untuk mengerahkan segala upaya agar filmnya ini bisa memberikan sesuatu yang menyenangkan bagi penontonnya. Usaha keras yang dilakukan oleh Bryan Singer adalah memunculkan trivia-trivia karakter komik X-Men yang bisa dibilang sebagai fans service. Alih-alih ingin dekat dengan para fans, Bryan Singer lupa bahwa film ini bukan hanya ditujukan bagi mereka.

Mitos bagi film X-Men yang akan porak poranda di film ketiga, lagi-lagi terwujud kembali. X-Men : Apocalypse kembali menjadi rekam jejak buruk bagi trilogi terbaru dari X-Men. Apocalypse tak memiliki cara untuk menjadikan filmnya terasa segar bagi penontonnya. Padahal, X-Men : Apocalypse memiliki rumus-rumus baru yang seharusnya bisa dimanfaatkan lebih lagi. Hal-hal itu adalah karakter-karakter baru dan juga villain yang sebenarnya berpotensi untuk memiliki kompleksitas dalam penyelesaian plot utama ceritanya. Sayangnya, Bryan Singer luput memanfaatkan itu.


Pun, karena tahu bahwa kinerjanya dalam Days of Future Past telah disukai oleh banyak orang, akhirnya Bryan Singer melakukan beberapa hal yang repetitif di dalam X-Men : Apocalypse. Sayang, meski adegannya repetitif, ternyata keberuntungannya tak lagi menyertai Bryan Singer. Semua formula itu malah terkesan menjemukan, terutama adegan Quicksilver yang berusaha untuk sekali lagi memberikan impresi kepada penontonnya. Tetapi, tak ada charmyang hadir kembali di dalam adegannya. Bahkan, terkesan membosankan.

Gegap gempita X-Men : Apocalypsepun tak bisa kembali hadir lewat adegan aksi dan euforia visual efek yang juga absen di dalam filmnya. Visual efek dengan warna-warna cantik di dalam trailernya, ternyata tak hadir begitu menawan di dalam filmnya. Bahkan, pameran visual efek itu cenderung tak ada. Pun, adegan pertempuran akhir di dalam film X-Men : Apocalypse juga belum bisa dikemas dengan cukup menarik.


Hasilnya, setelah The Last Stand , X-Men : Apocalypse menjadi rekam jejak buruk baru bagi trilogi X-Men., X-Men : Apocalypse hadir menjadi seri ketiga yang tak bisa memberikan sebuah presentasi film manusia super yang menyenangkan. Plot yang generik dan tampilan yang repetitif tak bisa dikemas dengan baik oleh Bryan Singer sehingga Apocalypseakan terasa menjemukan. Bryan Singer memilih untuk memunculkan karakter-karakter baru tanpa ada dorongan untuk memberikan ruang bagi mereka agar berkembang. Pun, Bryan Singer terlihat ingin sekali dipuji oleh para fans X-Men sehingga memberikan banyak sekali Fans Service. Meski begitu, Singer lupa bahwa film ini bukan hanya ditujukan bagi mereka.

0 Response to "X-MEN : APOCALYPSE (2016) REVIEW : The Myth Of Third Installment for X-Men Trilogy"

Posting Komentar