SPECTRE (2015) REVIEW : Bond’s Back, The Charm Is Not.


Nama Bond memang sudah bukan lagi menjadi sebuah nama yang asing di berbagai belahan dunia. Bahkan nama James Bond sudah menjadi sebuah brand yang akan dinantikan oleh berbagai kalangan. Karakter yang dibuat oleh Ian Flemming ini pun sudah mendapatkan pasarnya yang besar ketika film-filmnya mulai dirilis secara luas dan Indonesia adalah salah satu target pasar besar dari film-film James Bond.
 
Pergantian pemain James Bond pun sudah sering terjadi di sepanjang filmnya hingga tahun 2015. Dan di 6 tahun terakhir, Daniel Craig dipilih menjadi pemeran James Bond dari film ke-20 hingga film yang terbaru di tahun 2015. Daniel Craig masih mendapat kepercayaan menjadi sosok agen rahasia bermata biru ternama di MI6 dalam film terbarunya berjudul Spectre. Film terbarunya ini tetap disutradarai oleh orang yang sama, Sam Mendes, yang pernah bertanggung jawab lewat Skyfall.

Berselang 3 tahun dari Skyfall, membuat Sam Mendes memiliki banyak waktu untuk merancang bagaimana Spectre akan berlangsung. Dengan mematok kualitas yang tinggi lewat Skyfall, jelas penonton akan menantikan benar Spectre sebagai proyek terbaru dari James Bond. Kekecewaan terlihat ketika poster-poster milik Spectre tak begitu mengundang minat penontonnya dan malah menurunkan ekspektasi sebagian orang. Dan ternyata benar, kualitas yang ditampilkan oleh Spectre adalah sebuah kekecewaan besar yang dirasakan saat menonton sebuah film mata-mata. 


Spectre melanjutkan lini waktu cerita dari Skyfall. Kali ini James Bond (Daniel Craig) memiliki misi baru untuk menangkap seorang bandar besar di meksiko. Tetapi, karena apa yang dilakukan James Bond kelewat batas malah membuat dirinya mendapat hukuman dari M (Ralph Fiennes). Ketika mendapat hukuman tersebut, keadaan MI6 ternyata sedang terancam. Ada seseorang yang ingin menghentikan operasi MI6 karena sudah dianggap terlalu konvensional dalam menjalankan misinya.

Hal tersebut membuat James Bond mencari tahu siapa yang merencanakan hal tersebut. James Bond menelusuri beberapa nama yang membuat dirinya terkoneksi dengan salah satu organisasi gelap bernama SPECTRE. Organisasi itu ternyata menggawangi musuh-musuh James Bond di misi-misi sebelumnya. Dia pun berusaha menemui Madeleine Swann (Lea Seydoux) yang disangka bisa membuat James Bond bisa mendekat ke organisasi SPECTRE itu. Ternyata, apa yang ditemukan oleh James Bond di dalam SPECTRE juga berhubungan dengan masa lalunya. 


Ketika Spectre sudah dirilis secara luas lewat berbagai pemutaran, respon dari berbagai kalangan memang tak terlalu bagus. Bahkan, Spectre cenderung memiliki respon yang buruk sebagai sebuah film James Bond. Melihat situasi itu, ada berbagai kesalahan yang dilakukan oleh Sam Mendes di film terbaru milik James Bond. Terlihat berbagai keambisiusan yang dilakukan oleh Sam Mendes untuk menyelipkan beberapa trivia tentang seluruh seri James Bond ke dalam film terbarunya, Spectre.

Bukan sesuatu yang salah untuk menyelipkan tribut terhadap film James Bond lawas ke dalam film terbarunya. Hanya saja, Sam Mendes terlihat terlalu asik untuk mengembalikan citra James Bond lawas di dalam film terbarunya sehingga melupakan bagaimana seharusnya dia mengarahkan sebuah film. Spectre benar-benar berjalan sangat tertatih untuk menyampaikan setiap plot cerita di dalam durasinya yang hingga 150 menit.

Dengan plot yang rumit dan sub plot yang bertebaran sangat banyak, durasi 150 menit sebenarnya bisa sangat efektif untuk menjalankan setiap ceritanya. Tetapi, Spectre terlihat begitu lelah dan malas untuk bertutur dengan subplot cerita yang banyak. Sehingga, tensi yang berusaha dibangun oleh Sam Mendes terlihat sangat susah untuk tampil dalam filmnya. Penonton pun tak dapat merasa terkoneksi dengan berbagai cerita yang hadir juga tak dapat bersimpati dengan karakter James Bond atau pun karakter yang lainnya. 


150 menit yang tampil di Spectre pun terkesan bertele-tele. Naskah yang ditulis ramai-ramai oleh John Logan, Neal Purvis, Robert Wade, dan Jez Butterworth seperti kebingungan untuk menjalankan pion-pion karakter ini akan dibawa ke mana. Berusaha untuk membuat James Bond memiliki development yang lebih di dalam filmnya, tetapi gagal ditampilkan di dalam filmnya. Sam Mendes terlihat berusaha keras untuk mengarahkan naskah yang ditulis oleh John Logan dan kawan-kawannya. Tetapi, tetap tak bisa menyelamatkan bagaimana presentasi akhir dari Spectre.

Satu jam pertama spectre benar-benar kehilangan arah dan tak tahu plot cerita mana yang akan diserang. Baru di paruh kedua, Spectre mulai setidaknya terfokus pada satu tujuan yang selama di satu jam pertama masih terkesan mengambang. Tetapi tetap saja, Spectre pun jatuh menjadi sebuah film drama melankolis dengan bumbu aksi sebagai sampingan. Setidaknya, Lea Seydoux mengangkat chemistry yang baik dengan Daniel Craig sehingga karakter James Bond tak terlihat malas untuk menjalankan misinya. 


Beruntung, Spectre masih dikaruniai penataan kamera yang cantik oleh Hoyte Van Hoytema. Penggunaan kamera 35 mm sebagai penguat setiap adegan dapat tampil sangat baik sehingga tak salah jika menggunakan format IMAX untuk film ini. Setidaknya dengan format itu, keindahan warna dan tata kamera dalam film Spectre dapat terlihat dengan sangat baik. Juga, adanya opening credit yang menampilkan lagu dari Sam Smith berjudul Writing On The Wall. Di mana, setidaknya opening credits itu menjadi poin tersendiri di dalam film Spectre.

Meski Sam Mendes masih bertanggung jawab atas Spectre setelah memberikan presentasi luar biasa dengan Skyfall, film terbaru James Bond ini malah mengalami penurunan kualitas secara drastis. Terlihat bagaimana Sam Mendes terlalu ambisius mengembalikan citra James Bond Lawas dan tribut terhadapnya. Sehingga, Sam Mendes melupakan bagaimana presentasi menyeluruh terhadap Spectre. Meskipun tak sepenuhnya Spectre tak bisa ditonton, hanya saja jelas ini akan mengecewakan penonton yang sudah antisipasi akan proyek James Bond terbaru.

0 Response to "SPECTRE (2015) REVIEW : Bond’s Back, The Charm Is Not. "

Posting Komentar