THE HUNGER GAMES : MOCKINGJAY PART 1 (2014) REVIEW : A Bridge for The Last Chapter


Siapa yang tak kenal dengan ‘Girl on fire’ ? siapa yang tak tahu slogan ‘May the odds be ever in your favor’? Ya, The Hunger Games sudah hampir mendekati bagian paling akhir dari serinya. Tetapi seperti kebanyakan film-film adaptasi dari novel laris US, Mockingjay, seri terakhir dari trilogi The Hunger Games ini pun dibagi menjadi dua bagian film yang dirilis secara berkala. Di tahun 2014, seri pertama dan setahun kemudian, seri kedua akan menjadi penutup.
 
The Hunger Games : Mockingjay Part 1 masih ditangani oleh para kru dari film sebelumnya. Francis Lawrence masih mendapatkan kesempatan untuk menangani seri terakhir dari perjuangan Katniss melawan presiden Snow dan Capitol-nya. Langkah yang cukup beresiko untuk membagi satu buku tipis Mockingjay menjadi dua bagian film yang berbeda. Tentu kepentingan bisinis dari pihak Lionsgate lah yang menjadi alasannya. 


Timeline cerita masih melanjutkan dari The Hunger Games : Catching Fire, di mana Katniss (Jennifer Lawrence) mengalami perguncangan mental setelah Quarter Quell. Katniss mengungsi di Distrik 13 yang selama ini dipercaya telah hilang. Distrik 13 pun menjadi tempat penampungan orang-orang Distrik 12 yang selamat karena penyerangan yang dilakukan oleh Presiden Snow (Donald Sutherland). Plutarch Heavensbee (Phillip Seymour Hoffman) merekomendasikan Katniss sebagai ikon pemberontakan kepada presiden Distrik 13, Alma Coin (Julianne Moore).

Katniss setuju menjadi ikon pemberontakan atau biasa disebut Mockingjay. Melakukan video-video propaganda untuk menyerang Presiden Snow. Gale (Liam Hemsworth) selalu ada untuk menemani dan menguatkan Katniss yang masih terganggu secara mental. Tetapi, apa yang dilakukan oleh Katniss ternyata memperburuk keadaan terhadap orang-orang terdekatnya, terutama kepada Peeta (Josh Hutcherson). 


Weakest part of The Hunger Games Trilogy.

Tren membagi sebuah film seri terakhir dari adaptasi novel ini dimulai oleh Harry Potter and The Deathly Hallows. Akhirnya, film-film yang juga diadaptasi dari novel laris pun mulai mengikuti jejak Harry Potter. Tentu, dengan alasan hype yang tinggi dan yang paling penting adalah alasan komersil. The Twilight Saga : Breaking Dawn sebagai contohnya. Selanjutnya Allegiant, seri terakhir dari Divergent nanti pun akan menambah daftar panjang “film seri terakhir dari novel yang terbagi menjadi dua bagian”.

Sebenarnya, seri terakhir yang terbagi menjadi dua ini bukanlah ide yang baik. Yang jelas, bagian pertama ini akan menjadi kambing hitam di dalam keseluruhan seri filmnya, akan menjadi salah satu yang memiliki performa terlemah di segala serinya. The Hunger Games : Mockingjay Part 1 pun menjadi salah satu korban dari tren ini. Bisa dibilang, The Hunger Games : Mockingjay Part 1 ini menjadi salah satu yang terlemah di semua serinya yang sudah terbangun dengan sangat baik. Apalagi dengan performa dari The Hunger Games : Catching Fire yang akan melambungkan ekspektasi penontonnya.

Penyakitnya akan sama dengan film-film dengan treatment seperti ini. Bagaimana segala konflik di film pertama ini hanya akan mengenalkan konflik dasar kepada penontonnya saja. Segala sesuatu yang ditawarkan di film pertama pun akan terasa pointless dan tanggung. Jilid pertama dari seri terakhir dari trilogi The Hunger Games ini pun terlihat tidak kaya akan konflik. Sehingga, keputusan untuk membagi seri menjadi dua jilid ini pun terkesan terlalu panjang. Tetapi, ada yang membuat The Hunger Games : Mockingjay Part 1 ini tetap bersinar untuk triloginya. 


Tensi ketegangan di film ini pun masih sangat kuat hanya saja akan sangat minim aksi ledakan ketimbang dua seri sebelumnya. Tensi itu akan diambil alih oleh dialog-dialog yang sangat intens di dalam filmnya. Juga menyelipkan isu tentang politik juga propganda media massa yang memang sangat kuat bagi kehidupan manusia. Bagaimana sebuah media akan mempengaruhi pola pikir serta perilaku masyarakat, bagaimana sebuah media menyeleksi realita-realita yang ada, dan bagaimana otoritas seorang pemimpin yang direpresentasikan pada sosok Presiden Snow.

Naskah yang ditulis oleh Danny Strong dan Peter Craig ini mampu memberikan dialog-dialog yang pintar, menyelipkan beberapa dark comedy untuk memperkuat nuansa filmnya yang sarkastik. Juga, mampu memutar otak dalam mengolah konflik yang minim di film ini. Serta, adanya i’tikad baik untuk memperkuat karakter seperti Alma Coin dan Plutrach Heavensbee bahkan kepada karakter Gale. Karena pada seri sebelumnya, karakter Gale hanya terlihat sebagai one dimensional character yang seharusnya memiliki peran penting pada kehidupan Katniss. Naskah milik mereka pun pada akhirnya berkolaborasi dengan baik dengan arahan yang kuat dari Francis Lawrence.


Dengan minimnya konflik, Francis Lawrence masih mampu mengarahkan The Hunger Games : Mockingjay Part 1 ini memiliki sesuatu yang potensial, masih memiliki sesuatu yang thought-provokinguntuk diikuti dari awal hingga akhir. Bagaimana Francis Lawrence akan menggiring penontonnya mengikuti kehidupan Katniss yang sudah mulai goyah mentalnya atas segala perlakuan Presiden Snow. Melakukan treatment yang akan terasa lebih ‘gelap’ ketimbang seri-seri sebelumnya tetapi dengan pace dan cara bertuturnya yang sangat lembut
Bukanlah sesuatu yang mudah untuk membuat penonton awam agar selalu fokus mengikuti segala upaya katniss melawan Capitol. Apalagi hanya bermodal dialog-driven dan minim adegan aksi. Francis Lawrence terlihat benar-benar berusaha dan mengeluarkan segala kemampuannya agar The Hunger Games : Mockingjay Part 1 ini masih memiliki performa yang kuat. Meski tetap saja, Mockingjay Part 1 ini hanyalah sebuah jembatan untuk mengakhiri trilogi The Hunger Games ini. Penonton masih belum benar-benar mencapai akhir dari sebuah trilogi dunia fantasi milik Suzanne Collins ini. Anggap saja ini masih teaser dari seri penutup yang semoga menjadi penutup yang baik. 


Apalah arti The Hunger Games : Mockingjay Part 1 tanpa ensemble cast yang mampu menghidupkan karakter-karakter di dalamnya. Ada Julianne Moore yang mampu menghadirkan sosok presiden Distrik 13, Alma Coin, yang masih penuh misteri. Ada Jennifer Lawrence yang juga selalu menunjukkan bahwa dia adalah aktris yang patut diperhitungkan di semua filmnya, bahkan untuk karakter fiksi seperti Katniss sekali pun. Katniss akan terasa hidup lewat sosok Jennifer Lawrence yang mampu memberikan suasana getir dan penuh tekanan. Juga, Josh Hutcherson yang mampu memanfaatkan screening time-nya yang bisa dibilang minim di film ini tetapi bisa menciptakan suasana ‘gelap’ di film ini.

Tentu dengan dibaginya satu seri buku menjadi dua bagian ini, penonton akan mendapatkan satu cliffhanger ending. Jika ending di Catching Fire sudah membuat penontonnya penasaran, maka rasakan pukulan yang lebih keras dari Cliffhanger ending milik Mockingjay Part 1. Kabar buruknya, jawaban dari cliffhanger ending di film ini akan terjawab tahun berikutnya. So, have a nice seat and be patient to wait the real ending of this series. 


Maka, dari semua seri The Hunger Games, Mockingjay Part 1 adalah salah satu yang terlemah sejauh ini. Tetapi, arahan milik Francis Lawrence mampu membuat Mockingjay Part 1 tetap memiliki performa yang prima sebagai jembatan menuju penutup seri film adaptasi ini. Dialog yang intens, karakterisasi yang kuat, serta performa ensemble cast yang juga masih sangat baik, The Hunger Games : Mockingjay Part 1 masih menggugah penontonnya untuk mengikuti hingga akhir. Meski, penonton harus menunggu satu tahun untuk jawaban dari akhir seri ini. So, Happy Hunger Games and may the odds be ever in your favor.
 

0 Response to "THE HUNGER GAMES : MOCKINGJAY PART 1 (2014) REVIEW : A Bridge for The Last Chapter "

Posting Komentar